BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Partai politik
sesungguhnya merupakan sebuah kendaraan, yang fungsinya untuk menyatukan
orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama dalam penyelenggaraan negara.
Berdasarkan definisi di atas, partai politik mencakup kumpulan orang-orang yang
terorganisir secara teratur dan memiliki persamaan tujuan, serta cita-cita
untuk memperoleh kekuasaan pemerintah, dengan cara mengawasi dan melaksanakan
kebijakan umum yang mereka aspirasikan. Jadi, definisi ini lebih menekankan
pada fungsi pengawasan dan kontrol terhadap kebijakan yang diambil dalam
pemerintahan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, biasanya partai politik
ikut serta dalam perumusan kebijakan, yaitu dengan cara mendudukkan sebagian
anggotanya pada lembaga pemerintahan.
Berdasarkan
definisi di atas, partai politik mencakup kumpulan orang-orang yang
terorganisir secara teratur dan memiliki persamaan tujuan, serta cita-cita
untuk memperoleh kekuasaan pemerintah, dengan cara mengawasi dan melaksanakan
kebijakan umum yang mereka aspirasikan. Jadi, definisi ini lebih menekankan
pada fungsi pengawasan dan kontrol terhadap kebijakan yang diambil dalam
pemerintahan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, biasanya partai politik
ikut serta dalam perumusan kebijakan, yaitu dengan cara mendudukkan sebagian
anggotanya pada lembaga pemerintahan.
Dalam
penelitian ini, penulis memfokuskan diri pada fungsi rekrutmen politik, karena
rekrutmen politik sangat penting sekali dilakukan oleh partai politik, sebab
rekrutmen politik akan menentukan kualitas dari calon legislatif yang diusung
oleh partai politik.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah perbedaan pngertian partai politik menurut para ahli?
2. Bagaimanakah perbedaan partai politik dengan
organisasi-oganisasi politik lainnya?
3. Bagaimanakah sejarah terbentuknya
partai politik?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Partai Politik
Partai politik sesungguhnya merupakan sebuah
kendaraan, yang fungsinya untuk menyatukan orang-orang yang memiliki visi dan
misi yang sama dalam penyelenggaraan negara. Berdasarkan visi dan misi
tersebut, partai politik memiliki program-program politik yang dilakukan dengan
bersama-sama dari setiap masing-masing anggotanya, serta memiliki tujuan untuk
menduduki jabatan politik di pemerintaha
2.1.1 Pengertian Partai Politik
Menurut Miriam
Budiardjo dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Ilmu Politik” pengertian
partai politik adalah: Suatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama.
Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kekuasaan politik dengan cara konstutisional untuk melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanan mereka. (Budiardjo,2004:160)
Definisi di
atas senada dengan pendapat R.H Soltau yang tertulis dalam buku Miriam
Budiardjo dengan judul buku “Dasar-dasar Ilmu Politik“ sebagai berikut:
“A group of citizens more or les organized, who act as a political unit and who, by the use of their voting power, aim to control the goverment and carry out their general policies” (“sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka”) (Soltau dalam Budiardjo,2004:160)
“A group of citizens more or les organized, who act as a political unit and who, by the use of their voting power, aim to control the goverment and carry out their general policies” (“sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka”) (Soltau dalam Budiardjo,2004:160)
Definisi di
atas didukung oleh Raymond Garfield Gettell yang mengungkapkan pendapatnya
tentang partai politik seperti yang dikutip oleh H.B Widagdo dalam bukunya
“Manajemen Pemasaran Partai Poltik Era Reformasi” yaitu:
“ A political party consists of a group of citizens, more or less organized, who act as a political unit and who and, by the use of their voting power, aim to control the geverment and carry out the general politices”.
(“Partai politik terdiri dari sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasi, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik yang mempunyai kekuasaan memilih, bertujuan mengawasi pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka”).
(Gettell dalam Widagdo, 1999:6)
“ A political party consists of a group of citizens, more or less organized, who act as a political unit and who and, by the use of their voting power, aim to control the geverment and carry out the general politices”.
(“Partai politik terdiri dari sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasi, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik yang mempunyai kekuasaan memilih, bertujuan mengawasi pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka”).
(Gettell dalam Widagdo, 1999:6)
Sementara itu,
J.A. A.Corry dan Henry J. Abraham mengungkapkan pendapatnya tentang partai
politik seperti yang dikutip oleh Haryanto dalam bukunya “Partai Politik Suatu
Tinjauan Umum” yaitu:
“Political party is a volomtary association aiming to get control of the government by filling elective offices in the government with its members.
(Partai politik merupakan suatu perkumpulan yang bermaksud untuk mengontrol jalannya roda pemerintahan dengan menempatkan para anggotanya pada jabatan-jabatan pemerintahan)”. (Corry dan dalam Haryanto,1948:9)
“Political party is a volomtary association aiming to get control of the government by filling elective offices in the government with its members.
(Partai politik merupakan suatu perkumpulan yang bermaksud untuk mengontrol jalannya roda pemerintahan dengan menempatkan para anggotanya pada jabatan-jabatan pemerintahan)”. (Corry dan dalam Haryanto,1948:9)
Berdasarkan
definisi di atas, partai politik mencakup kumpulan orang-orang yang
terorganisir secara teratur dan memiliki persamaan tujuan, serta cita-cita
untuk memperoleh kekuasaan pemerintah, dengan cara mengawasi dan melaksanakan
kebijakan umum yang mereka aspirasikan. Jadi, definisi ini lebih menekankan
pada fungsi pengawasan dan kontrol terhadap kebijakan yang diambil dalam
pemerintahan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, biasanya partai politik
ikut serta dalam perumusan kebijakan, yaitu dengan cara mendudukkan sebagian
anggotanya pada lembaga pemerintahan.
Sedangkan menurut
Ramlan Surbakti, dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik”, partai politik dapat
didefinisikan sebagai berikut:
“Kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum, guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun.(Surbakti,1992:116)
“Kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum, guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun.(Surbakti,1992:116)
Pendapat di
atas senada pula dengan pendapat Rusadi Kantaprawira dalam bukunya yang
berjudul “Sistem Politik Indonesia”, partai politik adalah:
Organisasi manusia dimana didalamnya terdapat pembagian tugas dan petugas untuk mencapai suatu tujuan, mempunyai ideologi (political doctrine, political ideal, political thesis, ideal objective), mempunyai program politik ( political platform, material objective) sebagai rencana pelaksanaan atau cara pencapaian tujuan secara lebih pragmatis menurut pentahapan jangka dekat sampai yang panjang, serta mempunyai ciri berupa keinginan untuk berkuasa (power endeavor).
(Kantaprawira,1988:62)
Organisasi manusia dimana didalamnya terdapat pembagian tugas dan petugas untuk mencapai suatu tujuan, mempunyai ideologi (political doctrine, political ideal, political thesis, ideal objective), mempunyai program politik ( political platform, material objective) sebagai rencana pelaksanaan atau cara pencapaian tujuan secara lebih pragmatis menurut pentahapan jangka dekat sampai yang panjang, serta mempunyai ciri berupa keinginan untuk berkuasa (power endeavor).
(Kantaprawira,1988:62)
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas, maka partai politik tidak hanya kumpulan
orang-orang yang terorganisir, tetapi didalamnya terdapat pula tugas dan
fungsi, ideologi-ideologi, program-program, nilai-nilai dan cita-cita yang
sama, serta memiliki tujuan untuk menguasai dan merebut kekuasaan
politik.
Beberapa
pendapat di atas, berbeda dengan pendapat Sigmun Neuman seperti yang dikuti
oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya “Partisipasi Politik dan Partai Politik”
mengemukakan definisi partai politik sebagai berikut:
“Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing untuk memperoleh dukungan masyarakat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian partai politik merupakan perantara besar yang menghubungkan kekuasaan-kekuasaan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengikatnya dengan aksi politik didalam masyarakat politik yang lebih luas”. (Neuman dalam Miriam Budiardjo,1998:16-17)
“Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing untuk memperoleh dukungan masyarakat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian partai politik merupakan perantara besar yang menghubungkan kekuasaan-kekuasaan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengikatnya dengan aksi politik didalam masyarakat politik yang lebih luas”. (Neuman dalam Miriam Budiardjo,1998:16-17)
Pengertian ini
mengungkapkan bahwa partai politik merupakan sebuah organisasi artikulasi yang
didalamnya terdapat orang-orang yang memiliki kepentingan politik yaitu
menguasai pemerintah dan bersaing untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Jadi partai politik disini merupakan penghubung kekuasaan antara pemerintah
dengan masyarakat, tentunya sebagai media penghubung dan penampung aspirasi
masyarakat.Hal ini berbeda pula dengan pendapat Inu Kencana dkk, yang
mengemukakan bahwa Partai politik itu tidak hanya menekankan pada kumpulan
orang-orang yang memiliki ideologi yang sama atau berniat merebut dan
mempertahankan kekuasaan belaka, tetapi lebih untuk memperjuangkan kebenaran,
dalam suatu level negara. (Kencana dkk, 2002:58).
Jadi, partai
politik tidak hanya sekedar kumpulan orang-orang yang memiliki kesamaan
ideologi dan tujuan yang sama, tetapi harus bersedia memperjuangkan kebenaran,
terutama dalam melaksanakan aktivitas politik dalam suatu negara.Pengertian
partai politik di atas senada dengan yang tertera dalam Undang-undang Nomor 31
tahun 2002 pasal 1 (1) adalah:”Organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga
negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan
cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan
negara melalui pemilihan umum”.
Beberapa
penjelasan definisi partai politik menurut para ahli di atas mengatakan bahwa,
partai politik didalamnya terdapat kumpulan orang-orang yang terorganisir yang
memiliki tugas dan fungsi, tujuan bersama, visi dan misi, program, yang pada
akhirnya menguasai pemerintah, dengan cara menduduki jabatan politik. Partai
politik juga sebagai media penghubung antara masyarakat dengan pemerintah
yaitu, dalam rangka penampung dan penyalur aspirasi masyarakat. Jadi ada satu
hal yang membedakan antara partai politik dengan organisasi lainnya, yaitu
adanya tujuan untuk memperoleh kekuasaan di pemerintahan. Apabila suatu organisasi
memiliki tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dalam pemerintahan, maka
organisasi tersebut dapat dikatakan sebagai partai politik. Sedangkan untuk
mempertahankan kekuasaannya partai politik harus memiliki massa pendukung
sebanyak mungkin.
2.1.2 Ciri-ciri Partai Politik
Partai politik sebagai organisasi politik mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dari organisasi politik lainnya. Lapalombara dan Weiner mengemukakan beberapa ciri partai politik yang dikutip oleh Ramlan Surbakti dalam bukunya “ Memahami Ilmu Politik “ yaitu:
Partai politik sebagai organisasi politik mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dari organisasi politik lainnya. Lapalombara dan Weiner mengemukakan beberapa ciri partai politik yang dikutip oleh Ramlan Surbakti dalam bukunya “ Memahami Ilmu Politik “ yaitu:
1. Berakar dalam masyarakat local
Partai
politik dibentuk atas keinginan masyarakat sebagai penyalur aspirasinya, adanya
legitimasi dari masyarakat terhadap sebuah partai di daerah, agar dapat mengakar dalam
masyarakat lokal karena jika tidak begitu bukan merupakan partai politik
2. Melakukan
kegiatan terus menerus Kegiatan yang dilakukan oleh partai politik haruslah berkesinambungan, dimana masa hidupnya tidak bergantung pada
masa jabatan atau masa hidup pemilihnnya
3. Berusaha memperoleh dan mempertahankan
kekuasaan dalam pemerintahan Partai politik bertujuan memperoleh dan
mempertahankan kekuasaan pemerintahan dengan maksud agar dapat melaksanakan apa
yang telah menjadi programnya.
4. Ikut
serta dalam pemilihan umumUntuk dapat menempatkan orang-orangnya dalam lembaga
legislatif, partai politik di negara demokratis turut serta dalam pemilihan
umum.
(Surbakti,1992:115)
(Surbakti,1992:115)
Berdasarkan
ciri-ciri partai politik di atas, maka partai politik harus memiliki
kepengurusan yang tersebar di setiap daerah, sehingga betul-betul mengakar pada
masyarakat. Begitu pula dengan kegiatan yang dilakukan partai politik tentunya
harus terlaksana secara terus-menerus, sehingga keberadaan partai politik
tersebut dapat bertahan dengan lama. Ciri yang paling menonjol dalam partai
politik adalah berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan seluas-luasnya
dalam pemerintahan, yaitu melalui proses pemilihan umum
2.1.3 Tujuan Partai Politik
Setiap
organisasi apapun pasti memiliki tujuan tertentu, dimana tujuan tersebut
akan menjadi penuntun serta pedoman ketika organisasi tersebut berjalan. Dalam
mencapai tujuan tersebut harus dilaksanakan secara bersama-sama oleh
orang-orang yang menjalankan organisasi tersebut, sehingga dalam pencapaian
tujuan tersebut dapat membuahkan hasil yang sempurna. Begitu pula dengan partai
politik yang memiliki tujuan yaitu untuk memperoleh kekuasaan di dalam
pemerintahan.
Menurut Rusadi
Kantaprawira dalam bukunya “Sistem Politik Indonesia” bahwa tujuan partai
politik sangat luas, antara lain meliputi aktivitas-aktivitas sebagai berikut:
1. Berpartisipasi dalam sektor pemerintahan,
dalam arti mendudukkan orang-orangnya menjadi pejabat pemerintahan sehingga
dapat turut serta mengambil atau menentukan keputusan politik atau output pada
umumnya
2. Berusaha melakukan pengawasan, bahkan
oposisi bila perlu, terhadap kelakuan, tindakan, kebijaksanaan para pemegang
otoritas (terutama dalam keadaan mayoritas pemerintahan tidak berada dalam
tangan partai politik yang bersangkutan).
3. Berperan untuk memandu
tuntutan-tuntutan yang masih mentah, sehingga partai politik bertindak sebagai
penafsir kepentingan dengan mencanagkan isu-isu politik yang dapat dicerna dan
diterima oleh masyarakat secara luas.
(Kantaprawira,1988:62)
(Kantaprawira,1988:62)
Apabila dilihat
dari tujuan partai politik tersebut, maka terlihat jelas betapa besarnya
peranan dan partisipasi partai politik dalam sektor pemerintahan, terutama
dalam melaksanakan pengawasan, pengambilan keputusan, penafsir kepentingan dan
melakukan kontrol terhadap jalannya pemerintahan. Jadi, setiap aktivitas yang
dilakukan oleh pemerintah tidak dapat terlepas dari campur tangan partai politik.
Dalam melaksanakan tujuannya, partai politik mengutuskan beberapa orang
wakilnya untuk duduk di lembaga legislatif, tentunya melalui mekanisme pemilhan
umum. Sedangkan jumlah wakil utusan tersebut tergantung dari perolehan suara
dalam pemilu.
2.1.4 Awal Munculnya Partai Politik
Partai politik
awalnya berasal dari negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa
rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam
proses politik. maka dari itu, partai politik telah lahir secara spontan dan
berkembang menjadi penghubung antara rakyat dengan pemerintah. Jadi, lahirnya
partai politik dikarenakan adanya kebutuhan pemerintah dalam mendapatkan
dukungan dari masyarakat dalam membuat suatu kebijakan. Apabila parlemen harus terjun
langsung kemasyarakat dalam menjaring aspirasi, maka efektivitas kerja parlemen
kurang terjamin. Untuk itu dibutuhkanlah suatu organisasi politik yang nantinya
akan membantu pemerintah dalam memenuhi keinginan masyarakat.
Menurut Ramlan
Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik” ada tiga teori munculnya Partai
Politik antara lain sebagai berikut:
1.Teori
Kelembagaan.
Teori ini
mengatakan bahwa partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif dan
eksekutif, karena ada kebutuhan para anggota parlemen untuk mengadakan kontak
dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat.
2.Teori Situasi
Historis.
Teori ini
mengatakan bahwa partai politik terjadi adanya situasi krisis historis terjadi
manakala sistem politik mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat
dari bentuk trasisional yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat modern
yang berstruktur kompleks.
3.Teori
Pembangunan.
Teori ini
mengatakan bahwa partai politik terjadi adanya modernisasi sosial ekonomi,
seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi,
perluasan dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan
kekuasaan negara seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok
kepentingan dan organisasi profesi, dan peningkatan kemampuan individu yang
mempengaruhi lingkungan, melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi
politik maupun memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut.
(Surbakti,1992:113-114)
(Surbakti,1992:113-114)
2.1.5 Tipologi Partai Politik
Setiap partai
politik memiliki asas dan orientasi yang berbeda antara satu dengan lainnya.
Semakin banyak kepentingan politik yang diusung oleh partai politik dalam suatu
negara, maka ini mencerminkan bahwa kepentingan masyarakat yang ada di negara
tersebut beragam. Untuk melihat banyaknya kepentingan dalam suatu negara,
maka dapat dilihat dari asas dan orientasi yang di anut dari masing-masing
partai politik dalam negara tersebut.
Ramlan Surbakti
dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik” mengklasifikasi asas dan orientasi partai
politik menjadi tiga tipe yaitu:
1. Partai
politik pragmatis
Yaitu suatu
partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tidak terikat kaku pada suatu
doktrin dan ideologi tertentu.
2. Partai
politik doktriner.
Yaitu suatu
partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan konkret sebagai
penjabaran ideologi.
3. Partai
politik kepentingan
Yaitu suatu
partai politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu,
seperti petani, buruh, etnis, agama, atau lingkungan hidup secara langsung
ingin berpartisipasi dalam pemerintahan.
(Surbakti,1992:112)
(Surbakti,1992:112)
Beberapa asas dan komposisi partai
politik ini, dituangkan ke dalam sebuah program politik yang nyata, dimana
program-program tersebut harus dilaksanakan berdasarkan aspirasi masyarakat
secara keseluruhan. Setiap partai politik memiliki program-program yang
berbeda-beda, hal ini merupakan penjabaran ideologi yang dianut partai
tersebut. Jadi, semakin banyak kepentingan yang di usung oleh partai politik,
maka ini menandakan adanya spesialisasi kepentingan-kepentingan yang dibawa
oleh partai politik, sehingga kepentingan-kepentingan yang diaspirasikan oleh
partai politik tersebut dapat terlaksana dengan maksimal berdasarkan
kepentingan masyarakat yang memilihnya.
Sedangkan
berdasarkan komposisi dan fungsi anggotanya, partai politik memiliki
karakter yang berbeda-berbeda antara satu dengan lainya. Hal ini dapat dilihat
dari para pengikut-pengikutnya ataupun kader-kader yang mewakili partai
tersebut dalam lembaga legislatif. Untuk itu menurut Ramlan surbakti dalam
bukunya “Memahami Ilmu Politik”, setidaknya ada dua penggolongan komposisi dan
fungsi anggota partai politik yaitu antara lain:
1. Partai
politik massa atau lindungan.
Yaitu partai
politik yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dengan cara
memobilisasi massa sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan diri sebagai pelindung
bagi setiap kelompok dalam masyarakat sehingga pemilihan umum dapat dengan
mudah dimenangkan, dan kesatuan nasional dapat dipelihara, tetapi juga
masyarakat dapat memobilisasi untuk mendukung dan melaksanakan kebijakan
tertentu. Partai ini seringkali merupakan gabungan berbagai aliran politik yang
sepakat untuk berada dalam lindungan partai guna memperjuangkan dan
melaksanakan program-program yang pada umumnya bersifat sangat umum.
2. Partai
politik kader.
Yaitu suatu
partai yang mengandalkan kualitas keanggotaan, keketatan organisasi, dan
disiplin anggota sebagai sumber kekuatan utama. Seleksi keanggotaan dalam
partai kader biasanya sangat ketat, yaitu melalui jenjang dan intensif, serta
penegakan disiplin partai yang konsisten dan tanpa pandang bulu.
(Surbakti,1992:123)
Berdasarkan komposisi dan fungsi
anggota partai politik, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa PDI-P termasuk
dalam kategori partai massa. Hal ini terbukti bahwa PDI-P memiliki massa yang
besar dan program-program yang dirumuskan secara umum dan fleksibel, serta para
kader-kader PDI-P memiliki latar belakang sosial yang berbeda-beda. Besarnya
jumlah massa PDI-P dapat dilihat pada pemilu umum legislatif tahun 2004, PDI-P
berhasil memperoleh kemenangan pada urutan ke dua. Dilihat dari orientasi
keanggotaannya partai massa terdiri dari berbagai macam aliran politik yang
kemudian dituangkan ke dalam berbagai macam program-program politik yang
bersifat umum, tak heran partai ini pun mengatasnamakan sebagai partai
nasionalis yang mampu mengakomodir segala kepentingan yang berlaku di
masyarakat.
2.1.6 Fungsi
Partai Politik
Partai politik bisa dikatakan sebagai
jembatan penghubung antara pemerintah dengan masyarakat, dimana ketika
masyarakat ingin menyampaikan aspirasinya, partai politik harus berperan aktif
dalam hal penampung dan penyampai aspirasi tersebut. Hal ini merupakan
penjabaran salah satu fungsi partai politik.
Menurut Miriam
Budiardjo dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Ilmu Politik” ada beberapa
fungsi partai politik sebagai berikut :
1.
Partai Politik sebagai sarana komunikasi politik
2.
Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik
3.
Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik
4.
Partai politik sebagai sarana pengatur konflik
(Budiardjo,2002:163)
Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan diri pada fungsi rekrutmen politik, karena rekrutmen politik sangat penting sekali dilakukan oleh partai politik, sebab rekrutmen politik akan menentukan kualitas dari calon legislatif yang diusung oleh partai politik.
(Budiardjo,2002:163)
Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan diri pada fungsi rekrutmen politik, karena rekrutmen politik sangat penting sekali dilakukan oleh partai politik, sebab rekrutmen politik akan menentukan kualitas dari calon legislatif yang diusung oleh partai politik.
2.2 Rekrutmen
Politik
Setiap organisasi tidak akan pernah
terbentuk apabila tidak memiliki anggota, karena anggota merupakan pengerak
roda setiap organisasi. Begitu pula dengan partai politik. Partai politik
dituntut harus mampu melahirkan anggota-anggota legislatif yang
berkualitas dan mengerti akan segala aspirasi masyarakat. Untuk menciptakan
kader-kader yang berkualitas tersebut, partai politik harus menjalankan
fungsinya dengan baik, terutama fungsi rekrutmen politik.
2.2.1
Pengertian Rekrutmen Politik
Menurut Fadillah Putra dalam bukunya
yang berjudul “Partai Politik dan Kebijakan Publik”, rekruitmen politik
adalah suatu proses seleksi atau rekruitmen anggota-anggota kelompoknya dalam
jabatan-jabatan administrasi maupun politik.
Hal ini sependapat dengan Ramlan
Surbakti dalam Bukunya “Memahami Ilmu Politik” yang mendefinisikan rekrutmen
politik, yaitu:
Rekrutmen politik biasanya mencakup
pemilihan, seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk
melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah
pada khususnya (Surbakti,1992:118).
Agus Pramono dalam bukunya yang
berjudul “Elit Politik: yang Loyo dan Harapan Masa Depan” berpendapat bahwa
rekrutmen politik yaitu proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok
untuk memiliki kelompoknya dalam jabatan administrasi maupun
politik.(Pramono,2005:30)
Jadi, berdasarkan pengertian di atas maka setiap partai politik memiliki cara tersendiri dalam melakukan perekrutan anggotanya masing-masing, terutama dalam pelaksanaan sistem dan prosedur perekrutan yang dilakukan partai politik tersebut. Fungsi rekrutmen juga merupakan fungsi mencari dan mengajak orang-orang yang memiliki kemampuan untuk turut aktif dalam kegiatan politik, yaitu dengan cara menempuh berbagi proses penjaringan, yang nantinya akan dijadikan sebagai calon anggota legislatif.
2.2.2 Mekanisme
Rekrutmen Politik
Rekrutmen politik yang dapat menghasilkan
pelaku-pelaku politik yang berkualitas di masyarakat, karena salah satu tugas
dalam rekrutmen politik adalah bagaimana elit politik yang ada dapat
menyediakan kader-kader partai politik yang berkualitas untuk duduk di lembaga
legislatif maupun eksekutif.
Menurut Fadillah Putra dalam bukunya
“Partai politik dan Kebijakan publik” terdapat beberapa mekanisme rekrutmen
politik antara lain.
a. Rekrutmen terbuka, yang mana syarat dan
prosedur untuk menampilkan seseorang tokoh dapat diketahui secara luas. Dalam
hal ini partai politik berfungsi sebagai
alat bagi elit politik yang berkualitas untuk mendapatkan dukungan masyarakat.
Cara ini memberikan kesempatan bagi rakyat untuk melihat dan menilai kemampuan
elit politiknya. Dengan demikian cara ini sangat kompetitif. Jika dihubungkan
dengan paham demokrasi, maka cara ini juga berfungsi sebagai sarana rakyat
mengontrol legitimasi politik para elit. Adapun manfaat yang diharapkan dari
rekrutmen terbuka adalah:
1.Mekanismenya
demokratis
2.Tingkat kompetisi politiknya sangat tinggi
dan masyarakat akan mampu memilih pemimpin
yang benar-benar mereka kehendaki
3.Tingkat
akuntabilitas pemimpin tinggi
4. Melahirkan sejumlah pemimpin yang demokratis
dan mempunyai nilai integritas pribadi yang tinggi.
b. Rekrutmen tertutup, berlawan dengan cara rekrutmen
terbuka. Dalam rekrutmen tertutup, syarat dan prosedur pencalonan tidak dapat
secara bebas diketahui umum.
Partai
berkedudukan sebagai promotor elit yang berasal dari dalam tubuh partai itu
sendiri. Cara ini menutup kemungkinan bagi anggota masyarakat untuk melihat dan
menilai kemampuan elit yang ditampilkan. Dengan demikian cara ini kurang
kompetitif. Hal ini menyebabkan demokrasi berfungsi sebagai sarana elit
memperbaharui legitimasinya.
(Putra, 2003:209)
(Putra, 2003:209)
Jadi, mekanisme rekrutmen politik yang
dilakukan partai politik terdiri dari dua sistem yaitu sistem terbuka dan
sistem tertutup. Sistem terbuka akan memungkinkan lahirnya caln-calon
legislatif yang betul-betul demokratis dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, hal ini dikarenakan oleh proses pengangkatan calon tersebut
dilakukan secara terbuka. Sedangkan sistem tertutup merupakan kebalikan dari
sistem terbuka, dimana para pemilih tidak mengenal seseorang calon legislatif,
karena sistem pengangkatan calon legislatif tersebut dilakukan secara tertutup.
Hal ini memungkinkan timbulnya calon legislatif yang tidak kompetitif,
berhubung proses pengangkatan tidak diketahui oleh umum.
2.2.3 Kriteria Anggota Legislatif
Sehubungan dengan hal ini, Czudnomski
dalam bukunya Fadillah Putra dalam bukunya “Partai Politik dan Kebijakan
Publik” mengemukakan tujuh hal yang dapat menentukan terpilih atau tidaknya
seseorang dalam lembaga legislatif, dan ini juga penentu dari penampilan
seorang elit politik, yaitu:
1.Social Background
Faktor ini
berhubungan dengan pengaruh status sosial dan ekonomi keluarga, dimana
seseorang calon elit dibesarkan.
2. Political Socialization
Melalui
sosialisasi politik, seseorang menjadi terbiasa dengan tugas-tugas ataupun
isu-isu yang harus dilaksanakan oleh suatu kedudukan politik. Dengan demikian,
orang tersebut dapat menentukan apakah dia masuk dan punya kemampuan untuk
menduduki jabatan tersebut, sehingga dia dapat mempersiapkan dengan baik.
3. Initial
political Activity
Faktor ini
menunjukkan pada aktivitas atau pengalaman politik seseorang calon elit selama
ini. Dalam praktek politik, faktor ini menjadi semacam “belenggu” bagi elit
sebab ia berhubungan dengan garis afliasi kelompok yang dianutnya.
4. Apprenticeship
Faktor
ini menunjukkan langsung kepada proses”magang” dari calon elit ke elit lain
yang sedang menduduki jabatan yang di “diincar” oleh calon elit. Segi positif
faktor ini adalah calon elit mengerti benar mekanisme kerja serta norma-norma
yang berlaku dilingkungan kerjanya. Segi negatifnya adalah reputasi calon elit
dapat “tenggelam” sebab kualitas elit yang digantikannya memiliki reputasi yang
sangat tinggi, maka calon elit akan sulit untuk melepaskan diri dari
bayang-bayang pendahulunya.
5. Occupational
Variables
Faktor
ini hampir sama dengan faktor yang ketiga, bedanya disini calon elit dilihat
dari pengalaman kerjanya dalam lembaga formal yang belum tentu berhubungan
dengan politik. Ini menarik, sebab elit politik sebenarnya tidak sekedar dinilai
dari popularitas saja (sesuai dengan ajaran demokrasi), namun dinilai pula
faktor-faktor: kapasitas intelektual, rasa diri penting, vitalitas kerja,
latihan peningkatan kemampuan yang diterima, dan pengalaman kerja.
6. Motivations
Ini
merupakan faktor yang paling penting, asumsi dasar yang digunakan oleh pakar
politik adalah orang akan termotivasi untuk aktif dalam kegiatan politik karena
hal-hal sebagai berikut:
a. Harapan (ekspetasi) atas Personal reward
(material, sosial, psikologi)
b. Orientasi mereka terhadap isu-isu politik, seorang pemimpin oleh
sebab yang lain, yang disebut collective goals. Seharusnya seorang elit
membedakan kedua hal tersebut, namun yang banyak terjadi adalah para elit
memanipulasi personal needs menjadi public objectives.
7. Selection
Faktor ini
menunjukan kepada mekanisme atau prosedur rekrutmen politik yang berlaku.
Negara
demokrasi menuntut adanya elit politik yang mampu memaksimalkan dirinya untuk
benar-benar menjalankan fungsinya dengan baik, karena hal ini akan berhubungan
dengan fungsi dari elit politik tersebut. Untuk itu, menurut Agus Pramono
dalam bukunya yang berjudul “Elit Politik yang Loyo dan Harapan Masa Depan”,
seorang elit politik harus memenuhi beberapa kemampuan yaitu:
a. Kemampuan artikulasi kepentingan
Dalam
pengertian bahwa elit politik harus mampu memahami sikap, nilai nilai dan
orientasi politik masyarakat. Dengan kemampuan tersebut elit politik dapat
menjunjung aspirasi politik masyarakat yang bersangkutan.
b. Kemampuan agregasi kepentingan.
Dalam
pengertian mampu memadukan tuntutan-tuntutan yang disampaikan berbagai kelompok
masyarakat menjadi alternatif-alternatif pembuat kebijakan publik.
c. Kemampuan sosialisasi politik.
Dalam
pengertian memberdayakan masyarakat. Upaya ini dimaksudkan sebagai upaya
mentranspormasikan segenap potensi masyarakat kedalam kekuatan-kekuatan nyata
yang diharapkan mampu melindungi dan memperjuangkan hak-hak sipil.
d. Kemampuan komunikasi politik.
Komunikasi
politik dilakukan dengan revitalisasi (penguatan) dan demokratisasi pranata
sosial. Penguatan institusi wakil rakyat yang diwakili oleh elit politik,
berfungsi sebagai tempat bargain masyarakat dan negara. (Pramono,2005:56-60)
Pemilihan calon anggota legislatif adalah
mutlak kewenangan pengurus partai politik, rakyat tidak dapat langsung memilih
calon anggota legislatif yang bersih dari korupsi. Namun demikian, Indonesia
Corruption Watch (ICW), Komisi untuk Orang hilang dan korban tindak kekerasan
(Kontras), dan Lembaga Bantuan Hukum meresmikan Komite Pemantau Legislatif
(KPL). Beberapa kriteria-kriteria calon anggota legislatif yang layak dijadikan
wakil rakyat adalah:
1. Tidak pernah memerintahkan atau
melakukan kejahatan/kecurangan politik.
2. Tidak pernah menggunakan jabatannya
untuk melakukan kekerasan terhadap rakyat.
3. Tidak memiliki gagasan atau pikiran
yang mendukung tindak kekerasan.
4. Tidak pernah
dipidana, diberhentikan atau dipindahkan karena korupsi.
5. Tidak memiliki kekayaan yang diduga
hasil korupsi, kolusi dan nepotisme.
6. Tidak
memiliki jabatan pada lembaga/perusahaan negara.
7. Tidak melakukan kecurangan dalam bisnis
yang merugikan negara dan pelayanan masyarakat.
8. Tidak pernah menyalahgunakan wewenang
untuk kepentingan pibadi, keluarga dan kroni.
9. Tidak mendapatkan fasilitas karena
kedekatannya dengan pejabat pemerintah.(Media Transparansi Edisi 9 Juni 1999)
Berdasarkan beberapa penjabaran kriteria
calon anggota legislatif yang dikemukakan oleh beberapa pakar di atas, maka
kriteria calon anggota legislatif itu mencakup kemampuan-kemampuan yang harus
dimiliki oleh seseorang dalam menjalankan tugas-tugas politik serta
persayaratan yang harus dipenuhi seorang calon anggota legislatif, yang
mencakup tidak pernah melakukan tindakan-tindakan yang merugikan, baik negara
maupun masyarakat, sehingga calon legislatif yang diusung oleh partai politik
betul-betul berkualitas dan dapat menjalankan tugasnya dengan bijaksana
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Partai politik sesungguhnya merupakan sebuah kendaraan, yang fungsinya untuk menyatukan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama dalam penyelenggaraan negara. Berdasarkan visi dan misi tersebut, partai politik memiliki program-program politik yang dilakukan dengan bersama-sama dari setiap masing-masing anggotanya, serta memiliki tujuan untuk menduduki jabatan politik di pemerintahan.
Dalam
penelitian ini, penulis memfokuskan diri pada fungsi rekrutmen politik, karena
rekrutmen politik sangat penting sekali dilakukan oleh partai politik, sebab
rekrutmen politik akan menentukan kualitas dari calon legislatif yang diusung
oleh partai politik.
Dapat kita
simpulkan bahwa di Indonesia yang kini menganut sistem Multipartai tidak
menutupi kemungknanan perjalanan demokrasi di negara kita ini berlangsung cukup
sengit dengan berbagai dinamika yang terjadi di dalamnya.
3.2 Kritik dan Saran
Kami sebagai penulis makalah ini menyadari
masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.Oleh karna itu,kami
membutuhkan kritik dan saran dari Pembaca yang sifatnya membangun makalah ini
untuk jadi lebih baik lagi
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu
Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Budiardjo, Miriam. 2004. Dasar-Dasar Ilmu
Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar