Senin, 29 April 2013

kerusakan terumbu karang



KERUSAKAN EKOSISTEM PERAIRAN KHUSUSNYA
TERUMBU KARANG IKAN TANGKAP PERANGKAT AKIBAT ILEGAL

2.1 Terumbu Karang dan Fungsi
Terumbu karang (terumbu karang) adalah ekosistem laut tropis yang terdapat di air dangkal jernih, hangat (lebih dari 22oC), memiliki kadar CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan masyarakat didominasi oleh berbagai jenis hewan karang keras. Kalsium Karbonat adalah endapan masif yang dihasilkan oleh organisme karang (Scnedaria filum, kelas Anthozoa, agar Scleractinia Madreporaria), ganggang merah seperti karang, dan organisme lain yang mengeluarkan CaCO3 (Guilcher, 1988).
Terhadap pengembangan terumbu organik dikontrol oleh tiga faktor: keseimbangan hidrologi, batimetris, dan biologi. Jika ketiga faktor
seimbang, radial tumbuh terumbu karang dan eksposur akan terbentuk dan jika pertumbuhan ini terus berlanjut akan terbentuk terumbu bergoba pengadilan. Namun, jika pertumbuhan radial dibatasi oleh kondisi batimetri terumbu paparan akan membentuk oval. Ini bukan laguna bentuk yang benar terakhir dan sudut depresi menyebar pasir. Sementara dinding terbentuk pada batimetris paparan karang dan kondisi hidrologis tidak simetris, di mana perkembangan karang terbatas pada satu atau dua arah. Kondisi ini akan mengakibatkan pengembangan terumbu linier, dan membentuk dinding terumbu karang dan terumbu dinding tanduk dinding garpu. Pembentukan terumbu garpu dinding ini menunjukkan arus pasang surut yang kuat. (Zuidam, 1985).
Terumbu karang dapat tumbuh dan membentuk sebuah pulau kecil. Dari lima jenis pulau adalah pulau benua (Kontinental Islands), Pulau Vulkanik (Volcanic Islands), Pulau Daratan Rendah (Low Islands), Pulau Karang Arise (Raised Coral Islands), dan Pulau Atol (Atol), dua terakhir terbentuk dari terumbu karang. Di sisi lain, dari sepuluh jenis bentang alam (Zuidam, 1985, dan FG UGM & Bakosurtanal, 2000), terumbu karang adalah salah satu dari mereka. Bentang alam (bentang alam) adalah bentang alam organik dalam bentuk binatang. Bentuk lain yang berhubungan dengan terumbu karang adalah karst bentang alam, yang terbentuk melalui proses karstifikasi pada batuan karbonat kalsium. Tapi karst ini bentang alam terbentuk secara alami melalui proses dan endogen eksogenik dan tempat dalam skala besar (Thornbury, 1954). Sementara terumbu karang terbentuk secara organik dan relatif lambat sehingga memungkinkan adanya intervensi manusia dalam pertumbuhannya. Hasil identifikasi bentuklahan mencerminkan karakteristik fisik lahan dan untuk mendapatkannya melalui analisis geomorfologi. Geomorfologi adalah studi tentang struktur tanah yang mendekripsi dan proses yang menghasilkan bentang alam dan menyelidiki keterkaitan antara bentang alam dan proses dalam penataan ruang (Zuidam, 1985).
Terumbu karang memiliki fungsi penting bagi kehidupan laut. Fungsi
Diantaranya:
1. Sebagai Pemijahan Tanah dan Nursery tanah. Tentu, terumbu
karang merupakan habitat bagi banyak spesies laut untuk pemijahan, bersarang,
anak pembesaran, makan dan mencari makan (feeding dan mencari makan), khususnya
untuk sejumlah spesies yang memiliki nilai ekonomi yang signifikan.
2. Sebagai perlindungan perbatasan pesisir, dan ekosistem pesisir lainnya
(Padang lamun dan mangrove) dari terjangan arus kuat dan gelombang besar.
2.2 Kegiatan dan Dampak Illegal Fishing
Illegal fishing merupakan kegiatan yang dilakukan oleh nelayan menangkap bertanggung jawab dan bertentangan dengan kode etik penangkapan bertanggung jawab Praktek illegal fishing termasuk kegiatan mall dalam pemanfaatan sumber daya perikanan yang kegiatan yang melanggar hukum. Kegiatan penangkapan ikan ilegal umumnya merugikan sumber daya laut yang tersedia. Kegiatan ini hanya akan memberikan dampak yang kurang baik baik ekosistem perairan, tetapi memiliki manfaat besar bagi nelayan. Dalam kegiatan panangkapan dilakukan oleh nelayan dan merusak alat tangkap yang dibawa oleh nelayan nelayan tradisional pada khususnya. Untuk menangkap sebagai ikan karang banyak yang secara luas diklasifikasikan ke dalam kegiatan illegal fishing karena kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan semata-mata memberikan manfaat hanya untuk dampak dampak kerusakan memancing terhadap ekosistem terumbu. Kegiatan penangkapan ikan umumnya dilakukan dalam melakukan penangkapan dan termasuk ke dalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan penangkapan ikan dengan bom, penangkapan dengan menggunakan racun dan pukat ikan gigi di daerah karang.
2.2.1 kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak
Memancing menggunakan bahan peledak merupakan cara yang sering digunakan oleh nelayan tradisional khususnya sumber-sumber mengeksploitasi perikanan melakukan penangkapan ikan karang. Penangkapan ikan karang dengan menggunakan bahan peledak dapat memberikan hasil yang baik tidak baik untuk ikan yang akan ditangkap dan karang ditemukan di lokasi penangkapan. Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di sekitar terumbu efek samping yang sangat besar. Selain perusakan terumbu karang di sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian organisme lain yang tidak tunduk pada penangkapan. Oleh karena itu, penggunaan bahan peledak berpotensi menyebabkan kerusakan yang luas untuk ekosistem terumbu karang.
Penggunaan bahan peledak di terumbu karang akan menghancurkan struktur dapat meninggalkan fragmen gundukan dan karang hingga beberapa meter (Hamid, 2007). Selain memberi dampak buruk ke karang, aktivitas nelayan dengan menggunakan bahan peledak juga berakibat buruk bagi ikan di sana. Ikan ditangkap dengan menggunakan bahan meledak umumnya tidak memiliki kesegaran yang sama ikan yang ditangkap menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.
Meskipun kehadiran ini, nelayan masih menggunakan bahan peledak dalam melakukan penangkapan karena hasil yang mereka mendapatkan lebih besar dan cenderung metode untuk melakukan proses capture cukup mudah.
2.2.2 kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan-bahan beracun
Selain penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan diderah karang, kegiatan yang lumrah oleh nelayan adalah dengan menggunakan obat-obatan atau bahan beracun lainnya. Bahan beracun yang biasa digunakan dalam memancing dengan anestesi seperti natrium atau kalium sianida. Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen untuk ikan hias dan nelayan memicu hidup untuk melakukan penangkapan ikan yang merusak dengan menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh nelayan untuk mendapatkan ikan hidup.
Hasil yang diperoleh dengan cara ini adalah ikan yang masih hidup tapi tepat penggunaannya di daerah terumbu memberikan dampak yang sangat besar pada terumbu karang. Selain penangkapan dengan cara ini dapat menyebabkan kepunahan spesies spesies-spesifik ikan karang. Racun dapat menyebabkan ikan besar dan kecil menjadi mabuk dan mati. Selain mematikan ikan yang ada, sisa racun dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang ditandai dengan perubahan warna karang ke karang berwarna-warni putih yang secara bertahap menjadi mati. Indikator adalah karang mati
2.2.3 kegiatan penangkapan menggunakan alat tangkap trawl
Kegiatan lainnya termasuk dalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan peralatan pukat di daerah terumbu karang. Kegiatan ini merupakan
praktek penangkapan ikan yang merusak dan tidak ramah lingkungan. Penggunaan peralatan pukat di daerah karang dapat dilihat dalam kasus dalam air-api Bagan Siapi Sumatera Utara dan Sulawesi Tenggara Tiworo Selat. Seperti kita semua tahu, penggunaan alat tangkap sudah dilarang di Indonesia karena alat tangkap alat tangkap termasuk dalam lingkungan yang sangat tidak ramah untuk memiliki selektivitas alat tangkap yang sangat buruk. Nelayan di Sulawesi Utara cenderung mengabaikan hukum yang ada. Mereka tetap melakukan proses capture menggunakan peralatan trawl. Alat
biasa digunakan oleh nelayan sebagai jaring dengan ukuran yang sangat besar, memiliki lubang jaring yang sangat rapat sehingga berbagai jenis ikan mulai dari ikan kecil hingga ikan besar yang bisa ditangkap dengan menggunakan jaring.
Cara kerjanya ditarik oleh alat tangkap perahu yang menyapu dasar perairan. Sebagai hasil dari penggunaan terus menerus trawl
menyebabkan kepunahan berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini karena ikan kecil tidak pemijahan ditangkap oleh alat sehingga tidak memiliki kesempatan untuk bertelur dan berkembang biak spesies. Selain itu, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan peralatan ini di daerah adalah kerusakan terumbu karang akibat tersangkut jaring atau dicuci. Nets yang tersangkut akann rusak dan akhirnya menghambat pertumbuhan karang itu sendiri. Jika ini terus berlanjut maka akan rusak ekosistem karang dalam skala besar dan mengakibatkan punahnya ikan-ikann berhabitat di daerah terumbu karang.
2.3 Beberapa Contoh Terumbu Karang di Indonesia
• Kerusakan
karang dari penggunaan bahan beracun khususnya dengan menggunakan sianida dapat dilihat dari pulau kasus Panambungan di Sulawesi Selatan. Berdasarkan data dari penelitian yang dilakukan pada tahun 2007 di pulau tahu bahwa pada umumnya Panambungan terumbu karang yang rusak. Kerusakan yang disebabkan oleh penggunaan bahan beracun selama kegiatan penangkapan ikan. Situasi ini diperkuat karena beberapa bagian dari pulau ini tak berpenghuni sehingga tidak ada pengawasan dan memberikan ruang untuk nelayan untuk penangkapan ikan ilegal bebas.
• Kendari (ANTARA News) 19 Januari 2011 - Tingkat kerusakan terumbu karang dan padang lamun di wilayah pesisir Sulawesi Tenggara memperihatinkan karena telah mencapai tingkat 40 persen dari kerusakan. Kepala Bidang Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan di Kendari Sulawesi Tenggara Bolu Ridwan, mengatakan penurunan tinggi terumbu karang dan padang lamun terjadi karena nelayan tidak ramah lingkungan.
• Informasi dari instansi terkait di beberapa daerah di pantai utara Jawa mengatakan. Batang, terumbu Kretek. Berdasarkan hasil survei, persentase penutupan karang keras hidup hanya sebesar 6%. Karang ditemukan di transek hanya satu jenis, yaitu Porites lobata, dengan bentuk pertumbuhan besar (batu bulat besar) dan submassive Suara Merdeka, 2008).
• Dari Masyarakat Badan Keswadayaan Apex (BKM) 'Tirto Mulyo' memprediksi sekitar 180 hektar terumbu karang di perairan Apex telah rusak. "Sisanya hanya sekitar 30 hektar terumbu karang yang masih bagus,". Tiga terumbu karang di perairan Kendal kondisinya rusak parah. Yaitu golnya di Coral, Karang-rome Roma, dan Karang Tandes. Terumbu karang Ketiga lepas pantai sejauh 3 kilometer dari desa Jungsemi, kabupaten Kale. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten. Apex DVM. Khumaidi, karang ketiga mencakup sekitar 7 hektar.
• Kondisi terumbu karang di P. Panjang Jepara, termasuk dalam kondisi rusak. Hasil ini menunjukkan penurunan dari penelitian yang dilakukan oleh Haryono (2001) dan Lutfi (2003). Penelitian yang dilakukan oleh Haryono pada tahun 2001 menunjukkan kondisi terumbu karang di P. Panjang dalam kondisi baik dengan persentase penutupan karang 49.46%, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lutfi (2003) menunjukkan penurunan penutupan karang hidup hanya 19,08%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Long Island menurun dari tahun ke tahun.
• Pulau di reklamasi air oleh PT Siti Tanjung lenkap boulevard dan dermaga. Diharapkan, setelah pulau air reklamasi, meningkat dua kali ukuran aslinya. Hal ini dapat menyebabkan terumbu karang di sekitar pulau untuk dilanggar. Untuk manufaktur raksasa gerbang, PT Siti Tanjung, setidaknya mengeruk area 12 ribu meter persegi dengan kedalaman dua meter menyapu. Sebagai hasil pengembangan setidaknya, Indonesia akan kehilangan 10 hektar terumbu karang dan pembibitan feeding ground bagi banyak organisme laut dan populasi terancam punah untuk spesies terancam punah dikategorikan.
• Kepala Unit Pelaksana Teknis Konservasi Laut Pusat Ambon dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Augy Syahailatua, mengatakan bahwa hanya 10 persen terumbu karang di perairan Maluku masih bagus. Sementara sisanya rusak.
• Sekitar 50 persen terumbu karang di Bangka Belitung (Babel) rusak akibat sedimentasi lumpur yang berasal dari kegiatan penambangan timah di perairan provinsi pulau 1,2 juta orang. Coral Reef Eksplorasi Team Leader, Universitas Bangka Belitung (UBB), Indra Ambalika di Pangkalpinang, menjelaskan kerusakan yang disebabkan oleh terumbu karang yang terkait dengan lumpur kapal isap dan tambang inkonvensional kegiatan (TI) terus menyedot timah mengambang di perairan.

2.4 Solusi Yang Telah Diajukan COREMAP Itu Dalam Jangka Panjang
COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program), atau Program Rehabilitasi Terumbu Karang dan Manajemen, merupakan program jangka panjang yang diprakarsai oleh Pemerintah Indonesia dengan tujuan untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara berkelanjutan terumbu karang dan ekosistem terkait di Indonesia, yang pada gilirannya akan mendukung kesejahteraan masyarakat pesisir.
Pentahapan
COREMAP awalnya direncanakan selama 15 tahun, yang terdiri dari tiga tahap, yang masing-masing memiliki tujuan sebagai berikut:
Tahap I, Tahap Inisiasi (1998 - 2001): kerangka kerja untuk membangun pondasi sistem nasional terumbu karang;
Tahap II, Tahap Akselerasi (2001 - 2007): untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang andal dalam bidang-bidang prioritas;
Tahap III, Tahap Pelembagaan (2007 - 2013): untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang dan beroperasi andal, dengan pelaksanaan terdesentralisasi, dan telah melembaga.
Setelah COREMAP mulai maka perubahan besar dalam tata pemerintahan di Indonesia, yang memiliki kewenangan pemenrintahan sebelumnya sangat sentralistik menjadi desentralisasi. Akibatnya, pelaksanaan program juga harus disesuaikan, dengan perubahan pentahapan sebagai berikut:
- Tahap I, Tahap Inisiasi (1998 - 2004);
- Tahap II, Tahap Desentralisasi dan Akselerasi (2004 - 2009)
- Tahap III, Tahap Pelembagaan (2010-2015).
Tujuan dan Tujuan
Sehingga pengelolaan sumber daya dapat dilakukan dengan baik, maka dibutuhkan suatu rencana pengelolaan yang merupakan perwujudan dari pemerintah dan masyarakat perencanaan desa yang sejalan dengan strategi pembangunan daerah. Industri Terumbu Karang Rencana Pengelolaan sebagai salah satu kegiatan pada program COREMAP II bertujuan untuk;
1.Memberikan arah yang jelas dalam pengelolaan sumber daya pedesaan, tujuan pengelolaan agar dapat dicapai sesuai dengan yang diinginkan tersebut.
2.Mendukung program Pemerintah Desa dan Daerah dalam meletakkan dasar pembangunan
3.Menumbuh mengembangkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya, dan sumber daya lainnya terumbukarang secara mandiri dan berkelanjutan.
Kegunaan kegiatan membentuk Rencana Pengelolaan Terumbu Karang adalah;
Implementasi referensi 1.Menjadi pembangunan perdesaan khususnya dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan
Dasar 2.Sebagai dalam upaya untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam masyarakat pedesaan serta meningkatkan lembaga tingkat desa, lembaga baik lama terbentuk dan baru dibentuk
3.Sebagai mendukung upaya untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan khususnya
Program Visi
Apa yang diharapkan setelah program berakhir:
- Kekayaan terumbu karang dan ekosistem terkait dapat dilestarikan;
- Masyarakatpesisir mencapai keseimbangan antara lingkungan dan baik-keberadaan mereka;
- Masyarakat pesisir telah diberdayakan untuk melindungi lingkungan mereka sendiri;
- Masyarakat pesisir tidak lagi terisolasi dari pembangunan;
- Kesadaran dan perilaku masyarakat semakin baik terhadap terumbu karang;
- Orang luar bisa menghargai apa yang telah dilakukan orang untuk melindungi terumbu karang;
- Penciptaan pendekatan kooperatif dan partisipasi antara masyarakat, LSM, dan pemerintah, untuk mencapai tujuan bersama;
- Perilaku destruktif (seperti pemboman) memiliki masa lalu;
- Nelayan telah mampu memanen ikan lepas pantai, tidak perlu pergi jauh untuk itu;
- Anak-anak bisa bermain di pantai yang indah.
2.5 Mencapai COREMAP II Sekarang
Tahun 2011 adalah tahun terakhir pelaksanaan Rehabilitasi dan Pengelolaan Program Tahap II Terumbu Karang (COREMAP II) di Indonesia. Coremap fase percepatan tahap II adalah untuk membangun sistem yang pengelolaan terumbu karang andal di daerah prioritas, yang merupakan kelanjutan dari COREMAP tahap I (Inisiasi). Pasca COREMAP II, akhir fase III Program COREMAP adalah COREMAP (pelembagaan), yang bertujuan untuk membangun sistem pengelolaan terumbu karang dan operasi andal, itu
desentralisasi dan dilembagakan.
Tahun lalu COREMAP tahap II adalah tahun kritis, penundaan tidak diharapkan untuk menghasilkan kegiatan non-kinerja, sehingga tujuan telah dimulai COREMAP II dapat dipenuhi melalui serangkaian kegiatan telah direncanakan, tentu saja, alokasi anggaran juga harus berhati-hati. Menandai akhir perjalanan dari 8 (delapan) tahun
Program COREMAP II, hasil capaian program ini akan dikompilasi. Pengembangan dan alternatif mata pencaharian masyarakat secara langsung ditingkatkan masyarakat pedesaan, peningkatan kapasitas, program percontohan di tempat, memperkuat pengelolaan kawasan lindung laut dan target tidak tercapai lebih fokus penggarapannya. Semua kegiatan yang diharapkan dapat dicapai pada bulan Oktober 2011, karena pada awal November tahun ini merencanakan untuk mengadakan penutupan COREMAP II sebagai puncak prestasi. Singkatnya, tahun ini setidaknya ada tiga hal yang dilakukan, yang pertama: mengejar target yang belum tercapai, kedua: untuk mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan program secara keseluruhan dan yang ketiga: mempersiapkan exit Strategi dan keberlanjutan program (COREMAP III). Mudah-mudahan ketiganya bisa bersamaan dijalankan.
Pencapaian program ini sejauh COREMAP II hampir mengisi seluruh gol pada tahap akselerasi, khususnya pencapaian tiga komponen penting dalam Coremap program dapat dijaabarkan sebagai berikut: PERTAMA, penguatan kelembagaan, dan pengembangan kawasan konservasi laut daerah ., Kelembagaan Penguatan Reef Upaya Pengelolaan Terumbu Karang di tingkat pusat dan daerah, telah dicapai melalui kegiatan bantuan dan koordinasi sedang dilakukan. COREMAP telah dan terus mendorong penerbitan
Peraturan Daerah dan Rencana Strategis di bidang Manajemen Terumbu Karang, Sampai saat ini setidaknya 7 (tujuh) Peraturan kabupaten / kota dan 15 (lima belas) Rencana Strategis telah disetujui dan diadopsi oleh pemerintah daerah. Saat ini telah didukung lebih dari 2 juta hektar Kawasan Konservasi Laut (KKP) bidang program di 10 lokasi, dan lebih dari 430 daerah perlindungan laut telah didirikan dan dikelola secara efektif oleh masyarakat. Pembentukan sistem informasi pengelolaan ekosistem terumbu karang
Implementasi Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat dan Pokmaswas, serta pelaksanaan pemantauan ekologi dan sosial-ekonomi secara berkala (CRITC pusat dan daerah), KEDUA adalah komponen manajemen berbasis masyarakat terumbu karang, antara lain: Pelatihan
Perikanan karang secara berkelanjutan, Coral Reef Manajemen Pemasaran sosial, dukungan pembangunan infrastruktur sosial, penciptaan mata pencaharian / MPA (lebih dari 4500 acara MPA) alternatif, Fasilitasi Bantuan Pedesaan dan Teknis; ketersediaan infrastruktur sosial (Kebersihan fasilitas, Informasi Pondok , dermaga, perahu dll), Pembentukan Terumbu Karang Pusat Informasi di desa, dalam hitungan angka, sampai saat ini 411 telah dibentuk sekitar 2000 LPSTK dan kelompok masyarakat dengan jumlah anggota 25.000 orang, sistem pendanaan skala mikro di Masyarakat (Dana Benih) dan Grant Desa, pembentukan 430 MPA berbasis masyarakat di sepanjang Perdes, mengurangi praktek penangkapan ikan secara signifikan merusak, serta dukungan dari manajemen Perairan.kegiatan Area Konservasi dilaksanakan di lebih dari 300 desa, dan dibantu oleh fasilitator dan 8 728 LSM di 15 lokasi COREMAP. KETIGA, Kesadaran Publik dan kegiatan Pendidikan dan kemitraan maritim. Melalui tiga komponen penting dari COREMAP II telah menunjukkan perannya untuk berkontribusi untuk mengelola terumbu karang untuk perikanan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Beberapa prestasi meliputi: keterbukaan akses terhadap informasi adalah terumbu karang nasional khususnya melalui website (diakses> 3 juta orang), publikasi di berbagai media termasuk partisipasi dalam event nasional dan internasional, dan pelaksanaan yang tersedia Pesisir dan Lautan Mulok kurikulum untuk sekolah dasar, menengah dan tinggi, telah dilakukan setidaknya 43 kegiatan penelitian Responsif, Beasiswa untuk lebih dari 1.700 orang (SMA, S1, S2, S3) serta keterlibatan lebih dari 650 siswa PKL.
2.6 Langkah-Langkah Strategis Seharusnya Dilakukan
COREMAP memang memiliki tujuan dan visi dari program ini adalah sangat baik dalam menjaga ekosistem terumbu karang. Tapi akar masalah terletak pada kenyataan bahwa meskipun nelayan sendiri tidak dapat ditangani dengan maksimal. Itu adalah masalah dasar nelayan pola pikir, kebodohan, dan yang paling utama adalah kesejahteraan. Nelayan sering tetap menyadari bahkan melakukan penyuluhan prioritas karena kesejahteraan mereka. Dan mereka terlihat lebih bebas karena aturan hukum yang ada dan mereka
masih bisa leluasa melakukan tindakan dan pasokan bahan baku alat tangkap nelayan ilegal yang masih dapat dengan mudah diperoleh. Ini harus mengejar sukses jika pemerintah atau penyelenggara program ini dapat lebih dekat dan mengenal kondisi sekarang para nelayan. Dan juga perlu dukungan penegakan hukum dan dukungan dari perhatian pemerintah.
Banyak faktor yang berkontribusi terhadap kegiatan penangkapan ikan ilegal baik secara internal maupun eksternal. Faktor-faktor yang menyebabkan kegiatan ini dapat terjadi meliputi kegiatan berbasis pelaku karena kurangnya kesadaran akan pentingnya sumber daya perikanan, pasokan bahan baku khususnya pemboman kegiatan dan acara anestesi, Kurangnya informasi dan pengetahuan tentang kerugian nelayan akibat oleh penangkapan ikan ilegal, masyarakat nelayan kemiskinan, kurangnya hukum perikanan, dan kurangnya kapal nelayan yang dimiliki.
Dari semua faktor yang berkontribusi terhadap kegiatan penangkapan ikan ilegal, kesadaran masyarakat dan kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang illegal fishing adalah faktor yang paling penting. Sebelum pemecahan faktor lain bahwa kedua faktor ini perlu ditangani terlebih dahulu karena merupakan dasar dari terjadinya kegiatan ilegal fisnhing. jika kedua penyebab di atas dapat diatasi maka secara otomatis akan menghentikan memancing kegiatan ilegal dan beralih ke praktek penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Tapi tetap tidak akan bertahan lama jika masalah tersebut tidak segera ditangani kesejahteraan nelayan. Oleh karena itu membutuhkan intervensi karena cara pemerinta seharusnya.
Sebenarnya akar penyebab kerusakan terumbu karang meliputi empat hal:
(1) Kemiskinan dan kurangnya mata pencaharian alternatif
(2) ketidaktahuan dan ketidaksadaran dan masyarakat pengguna
(3) penegakan hukum (law enforcement) dan
(4) kebijakan pemerintah yang belum menunjukkan minat dalam optimal
mengelola sistem alam dan kualitas lingkungan pesisir dan laut
khususnya terumbu karang.
Semua faktor-faktor yang umumnya harus ada baik-baik solusi untuk kegiatan penangkapan ikan ilegal yang terjadi dapat segera diatasi
dan tidak lagi merusak keadaan ekosistem perairan, kehidupan ekosistem terutama karang. Jika faktor ini tidak ditangani dengan baik maka diharapkan dalam beberapa tahun ke depan akan ada kerusakan ekosistem air pada daerah karang skala besar khususnya menyebabkan penurunan produktivitas perikanan terutama pada terumbu karang.
Antisipasi yang dapat dilakukan tentang illegal fishing
Dalam menanggulangi masalah illegal fishing yang berkelanjutan dan yang tidak menyebabkan kerusakan pada dampak besar dibutuhkan solusi yang tepat untuk menekan terjadinya peristiwa seperti:
1) meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan nelayan dari
illegal fishing.
2) meningkatkan pemahaman dan pengetahuan nelayan tentang penangkapan ikan ilegal.
3) rehabilitasi terumbu karang.
4) menciptakan habitat karang alternatif sebagai daerah habitat ikan karang
alami tidak rusak oleh nelayan.
5) untuk menemukan akar penyebab setiap masalah yang muncul dan mencari
solusi yang tepat untuk mengatasinya.
6) melakukan penegakan hukum terhadap perikanan, khususnya dalam penggunaan
yang bertanggung jawab.
7) peningkatan pengawasan dengan membuat pegangan badabn khusus dan
bertanggung jawab untuk kegiatan penangkapan ikan ilegal.
Dari tujuh solusi yang harus dilakukan, hal yang paling mendasar untuk mengatasi adalah meningkatnya kesadaran dan pengetahuan tentang masyarakat nelayan ilegal. Peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan dengan melakukan penjangkauan ke daerah penangkapan, dan pendidikan di sekolah-sekolah daerah pesisir kecil. Jadi yang benar-benar langsung bisa menyerang akar penyebab dan menanamkan kesadaran sejak dini untuk menjaga terumbu karang. Tapi ekstensi tidak akan bertahan lama jika akar dari semua masalah yang tidak segera diselesaikan faktor kemiskinan.
Pengobatan lain yang nyata untuk meningkatkan ekosistem terumbu karang yang marak dilakukan oleh lembaga pemerintah, organisasi swasta dan non-pemerintah adalah untuk menumbuhkan terumbu karang, yang merupakan instalasi terumbu buatan (artificial reef), diprakarsai oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Konservasi terumbu karang merupakan hal yang mutlak, dan tidak dapat dikompromikan atau ditunda karena waktu yang lama untuk tumbuh karang dan manfaat yang begitu besar untuk biota laut, terutama ikan, maka jika hasil tangkapan nelayan tidak ingin menurunkan bersama-sama masyarakat harus melindungi terumbu karang. Untuk nelayan atau orang lain diharapkan untuk tidak lagi terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan dengan cara yang merusak. Lebih baik lagi, jika tidak sikap destruktif lahir dari kesadaran sendiri. Meskipun proses ini kesadaran membutuhkan waktu, tetapi harus dilakukan secara terus menerus oleh semua pihak.
Tapi semua hal di atas masih kurang maksimal karena pemerintah belum menunjukkan bahwa perawatan yang optimal dalam mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan wilayah pesisir dan terumbu karang dan laut dalam penegakan hukum tertentu (penegakan hukum). Tapi kita tidak bisa terus menunggu ini untuk mengubah kita semua harus turun tangan, terutama yang peduli. Kami juga dapat mengawasi penegakan hukum, mengawasi peristiwa perusakan terumbu karang, dan terus mengekspresikan dan bertukar pikiran dengan para nelayan akan pentingnya terumbu karang untuk menangkap ikan mereka nanti.

KESIMPULAN
Dengan meningkatnya kesadaran para nelayan akan memancing pikiran terbuka dan nelayan akan mengerti bagaimana merugikan melakukan kegiatan illegal fishing dalam proses penangkapan ikan terutama pada karang sehingga aktivitas nelayan dapat berubah menjadi nelayan ramah lingkungan dan ekosistem perairan khususnya membuat terumbu karang ekosistem
dari mana proses capture dapat berkelanjutan. Peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan dengan melakukan penjangkauan ke daerah penangkapan, dan pendidikan di sekolah-sekolah daerah pesisir kecil. Jadi yang benar-benar langsung bisa menyerang akar penyebab dan menanamkan kesadaran sejak dini untuk menjaga terumbu karang.
Meskipun kesadaran telah dibuat tetapi masih tidak akan bertahan lama jika masalah tersebut tidak segera ditangani kesejahteraan nelayan. Oleh karena itu
sangat membutuhkan intervensi pemerintah karena itu seharusnya bantuan pemerintah begitu.Dengan menargetkan peningkatan kesejahteraan nelayan bukanlah sekedar mimpi lagi tapi dapat direalisasikan.
Sekarang tindakan nyata yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah illegal fishing pada ikan karang khususnya untuk memperbaiki daerah transplantasi terumbu karang yang rusak adalah dengan melakukan atau membuat terumbu karang buatan. Terumbu buatan adalah struktur yang dibangun untuk menyediakan lingkungan, habitat, sumber makanan, tempat pemijahan, serta perlindungan pantai serta terumbu karang alami.
Karena pemerintah belum menunjukkan bahwa perawatan yang optimal dalam mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan wilayah pesisir dan laut terutama terumbu karang dan lemahnya penegakan hukum (law enforcement). Tapi kita tidak bisa terus menunggu ini untuk mengubah kita semua harus turun tangan, terutama yang peduli. Kami juga dapat mengawasi penegakan hukum, mengawasi peristiwa perusakan terumbu karang, dan terus mengekspresikan dan bertukar pikiran dengan para nelayan akan pentingnya terumbu karang untuk menangkap ikan mereka nanti. Dengan pelaksanaan semua hal di atas akan memiliki dampak nyata pada perikanan dan konservasi terumbu karang meskipun mungkin tidak dalam waktu singkat untuk memecahkan masalah ini sepenuhnya.

Kamis, 25 April 2013

Modals and Modal Perfect


Tugas Bhs.Inggris
MODALS AND
MODAL PERFECT







LOGO





OLEH :

MUH.AMIRSYAH ( L211 12 014 )
MUH.FADIL FARID
MUH.RIJAL AFANDI
NASRUL MUCHTAR









FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013




Modals and
 Modal Perfect



     A.Pengertian
      Modal adalah bentuk kata kerja bantu (auxillary verb) yang tidak dapat berdiri sendiri sehingga butuh kata kerja lain untuk membentuk makna tertentu suatu kalimat.
·                Modal memberikan tambahan makna pada kata kerja utama.

B. jenis-jenis Modal

a     Modal present
Rumus :
                Subjek + Modal (will.shall,can,may,must)
+ infinitive ( without “to” )

ü Will ( akan )
Digunakan untuk menyatakan suatu tindakan atau keadaan yang akan datang.
Contoh :
o   I will go to the party tonigt.
o   We will leave for baralompo tomorrow morning.
ü Shall ( akan )
Digunakan untuk kata ganti orang pertama ( I, We )
*         Untuk menyatakan kehendak agar seseorang melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pembicara.
Contoh :
I shall do whether you think best.
*         Untuk menyatakan suatu janji atau ancaman (strong emotion)
Contoh :
You shall have the answer by tomorrow morning.
ü Can ( dapat )
Digunakan untuk :
o  Menyatakan suatu kemampuan untuk melakukan tindakan (ability).
Contoh :
Rijal can speak arabian, but he cannot speak indonesian.
o  Menyatakan suatu kemungkinan (possibility)
contoh :
it can snow in april.
ü Should (seharusnya)
Digunakan untuk :
o  Menyatakan suatu keharusan/kewajiban
Contoh :
He should study more

o  Menyatakan suatu pendapat/saran.
Contoh :
Fadil says they should go.
o  Menyatakan suatu harapan.
Contoh :
He took dancing lesson for years. He should be an excellent dancer.

ü May (mungkin)
Digunakan untuk :
o  Menyatakan kemungkinan (possibility).
contoh :
it may go, but i don’t really want to.
o  Menyatakan permintaan izin.
Contoh :
May I smoke in this room ?

ü Must (harus)
Digunakan untuk :
o  Menyatakan suatu keharusan yang kuat/tidak bisa ditawar.
Contoh :
Man must eat to live.
o  Menyatakan kesimpulan atau dugaan kuat mengenai sautu keadaan atau tindakan
Contoh :
The door is locked, he must not be at home.
o  Menyatakan suatu larangan, dalam bentuk negatif.
Contoh :
You mustn’t smoke in class.
You must not walk on the grass.


b    )      Modal Past

Modal Present
Modal
Past
 Can
Could
 Must
Had to
Shall
Should
May
Might
will
would



Rumus :
S + Modal past (could,might,should,had to,would)
Menyatakan kemampuan untuk melakukan tindakakan di  waktu lampau.
v  Could (dapat)
o    Menyatakan kemampuan untuk melakukan tindakan pada waktu lampau.
Contoh :
When I was sixteen, I could dance all night.
I could play football very well when I was young.
o    Menyatakan bentuk halus atau hormat dalam permintaan atau permohonan dalam bentuk present.
Contoh :
Could I borrow you book.
Could you tell me the way to the post office.
v  Might (mungkin)
Digunakan untuk :
o    Menyatakan kemungkinan pada waktu present,tetapi tingkat kemungkinannya lebih rendah daripada may.
Contoh :
The newspaper said, it might rain tomorrow.
o    Menyatakan permintaan halus dan lebih formal dibandingkan dengan may yang bermakna present.
Contoh :
Might I go home earlier
o    Menyatakan saran
Contoh :
You might try asking your father for money
v  Would (akan)
Digunakan untuk :
o    Kalimat yang kalimat utamanya dalam bentuk Past Tense.
Contoh ;
I knew that he would meet me.
o    Menyatakan kebiasaan pada masa lalu.
Contoh :
I would sit beside him and listen for hours.
o    Menyatakan permohonan yang lebih halus/sopan dibandingkan dengan will yang bermakna present.
Contoh :
Would you like to join us for tea tomorrow ?
Would you be kind to help me,please?


c   )       Modal Perfect

Rumus :
Subjek + Modal + have + V+ objek

Penggunaan :
Modal perfect digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan pada waktu lampau.

v  Should have/ought to have (seharusnya telah)
Rumus :
Subjek  +  Should (ought to)  +  have  + V3 (past participle)  + objek.

Penggunaan :
Untuk menyatakan adanya suatu keharusan pada waktu lampau namun kegiatan/kejadian tersebut tidak dilakukan.
Contoh :
Nasrul should have studied hard.
He ought not to have wasted his time.

v  Could have
Rumus :
Subjek  +  could have  +  V3 (Past Participle) + objek

Penggunaan :
Menyatakan suatu kegiatan yang dapat terjadi pada masa lampau, tetapi tidak terjadi saat ini.
Contoh :
He would have passed the examination.

Senin, 22 April 2013

Budidaya Ikan Lele


Tugas Penyuluhan



BUDIDAYA 

IKAN LELE



OLEH :

  MUH.AMIRSYAH         ( L211 12 014 )
  MUH.RIJAL AFANDI   ( L211 12 012 )


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

JURUSAN PERIKANAN 

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013





A.  Pembesaran Lele di Kolam
Kolam untuk membesarkan ikan lele hendaknya tidak mudah mengalami kebocoran, karena lele mudah meloloskan diri dari lubang-lubang yang mungkin ada.
Kedalaman air seyogyanya antara 0,5 meter sampai 1 meter. Permukaan air 25 cm dari bibir kolam, supaya lele tidak mudah meloncat keluar. Tanggul harus tegak lurus. Untuk pengamanan, disarankan juga untuk memasang pagar dari bahan yang licin, seperti plastik gelombang, yang dipasang tegak di tepian kolam. Kolam pembesaran lele dapat berupa kolam tanah ataupun kolam dari beton/semens Ukuran kolam tidak tertentu. Namun perlu dikemukakan bahwa kolam yang sempit lebih mudah untuk mengawasinya daripada kolam yang besarkan lele dapat dipelihara dalam kepadatan tinggi karena oksigen bisa diambilnya dan udara.
Di Indonesia, kolam untuk pembesaran lele, apabila digunakan kolam yang dasarnya tanah, memungkinkan untuk dipupuk supaya makanan alami di dalam kolam menjadi banyak.                                         
Adapun persyaratan kolam dan airnya dapat  dirinci sebagai berikut :
 Air tergenang atau setengah tergenang dengan kecepatan aliran sampai 10 liter per menit Apabila air terlalu deras mungkin kurang cocok untuk lele, karena ikan lele memang sifatnya tidak cocok untuk hidup di air deras.                           ,  .
 Kolam dapat dari tanah atau dari semen.
 Air selalu diganti, walaupun tidak perlu terlalu sering Maksudnya agar kotoran-kotoran yang terkumpul , baik dari ikan itu sendiri maupun hasil pembusukan sisa-sisa makanan tidak tertumpuk. Jadi air harus segar dan bersih agar pertumbuhan ikan lebih cepat.
 Untuk menjaga masuknya hama dan penyakit ikan, perlu dipasang saringan.
Kolam-kolam yang memperoleh air yang kurang baik dan tidak dapat dikendalikan, bukan berarti tidak dapat dipakai untuk memelihara lele. Karena lele daya tahannya relatif tinggi terhadap kondisi air yang jelek.  Lele dapat hidup di kolam comberan yang sempit sekalipun. Tentu saja, produksinya tidak dapat dicapai setinggi kolam yang kondisinya serba baik.

1.  Konstruksi kolam/bak
Untuk menampung air limbah rumah tangga, dibuat kolam dengan menggali tanah sedalam 75 cm - 80 cm, lebar 2 m, panjang 4 m. Dapat juga ukurannya diperkecil menjadi panjang 1,5 m, lebar 1 m, dan dalam 75 cm. Kolam itu dasar dan dindingnya disemen (ditembok) supaya tidak bocor. Tinggi tembokan dindmg tegaknya dilebihi sampai 25 cm di atas permukaan tanah. Bibir   tembokan itu dibuat sedikit menjorok ke dalam supaya lele sukar melompatinya. Pada salah satu dinding sisi dipasang pipa sebagai lubang pelimpasan air, jika terjadi hujan lebat, agar bak tidak terlalu penuh dan luber (Gambar 13).
Lele suka bersembunyi di tempat gelap dan teduh maka di dasar bak dipasang batu-batu atau genting tersusun sedemikian rupa sehingga lele dapat bersembunyi di bawah/di sela-selanya.
Di sekitar kolam ditanami tanaman sebagai peneduh, misalnya keladi dan singkong yang daun dan umbinya bermanfaat. Untuk sementara dapat juga sebagian bak ditutup dengan meletakkan anyaman bambu di atasnya
Supaya air tidak mudah limpas, maka pengisian bak sebaiknya hanya sedalam 50 cm saja, lagipula supaya Lele tidak mudah melompat keluar. Bak/kolam semen yang baru saja dibuat dinetralkan dulu dengan merendam sabut kelapa secukupnya selama  2 - 3 hari.

2.  Penebaran benih
Benih lele yang mulai dipelihara sebaiknya berukuran 3 - 5 cm. Kepadatannya 400 ekor pada kolam 8 m2  (50 ekor/m2).

3.  Pengelolaan
Masa pemeliharaan di kolam  comberan  adalah 6 bulan. Ke dalam kolam tersebut dimasukkan air limbah dan sisa-sisa makanan.
Setelah dipelihara selama 2 bulan, benih lele akan menjadi 10 cm panjangnya, diadakan penjarangan. Diambil 60 % dari jumlah lele yang ada di situ, dan lele itu dapat dikonsumsi sendiri sebagai panen yang pertama.
Dua bulan kemudian, jadi sudah 4 bulan pemeliharaan, lele tumbuh menjadi 15 cm panjangnya. Pada saat diadakan penjarangan lagi, dengan mengambil 60 % lagi dari yang ada, kira-kira sejumlah 90 ekor yang dapat dikonsumsi sebagai lauk yang merupakan panen kedua.
Sisanya masih ada 70 ekor, dipelihara lebih lanjut selama 2 bulan lagi. Ketika dipanen yang terakhir itu besarnya mencapai ukuran 4 - 5 ekor/kg. Maka panen akhir itu dapat diperoleh ikan lele sebanyak 15 kg dengan ukuran yang cocok untuk konsumsi di restoran. Sehingga panen akhir itu pun dapat dijual ke restoran dengan harga yang amat baik.

4.  Pemupukan
Apabila pemeliharaan ikan lele di sawah atau kolam yang dasarnya tanah, maka pemupukan khusus ditujukan untuk memperbanyak jenis makanan alami yang disukai oleh ikan lele itu. Telah dikemukakan dalam bab terdahulu bahwa makanan alami ikan lele adalah organisme hewani, baik yang hidup di dasar perairan maupun yang melayang-layang di air. Pupuk yang baik untuk memperbanyak organisme hewani itu ialah pupuk organik.
Jenis-jenis pupuk organik itu ialah :
  Berbagai jenis daun-daunan (pupuk hijau). Daun-daun tumbuhan yang tidak terpakai, seperti tanam- tanaman pagar, misalnya daun kipait, daun kembang sepatu, daun keji beling, dan sebagainya, bahkan  rumput-rumputan dan jerami dapat dijadikan pupuk untuk kolam lele.
  Sampah dapur dan sampah pasar yang berupa bahan-bahan yang mudah busuk dapat dipakai sebagai pupuk, tetapi harus dipisahkan dari bahan yang  tidak dapat membusuk seperti plastik dan bahan-bahan kaleng dan kaca/gelas.
  Pupuk kandang yang terdiri atas kotoran berbagai  jenis hewan, baik sekali untuk pupuk kolam.
  Kompos, hasil pembusukan dan fermentasi bahan- bahan organik ini terkenal bagus untuk pupuk yang dapat memperbanyak organisme hewani di kolam.

Cara pemupukan :
Cara pemakaian pupuk organik di kolam ialah :
  1. Diaduk dan dibenamkan di dalam lumpur dasar kolam secara merata.
  2. Dionggokkan di sudut-sudut kolam di dekat tempat pemasukan air. Pupuk itu dimasukkan ke dalam keranjang yang tidak terlalu kedap lubang-lubangnya. Keranjang berisi pupuk itu direndam dengan pancang yang ditancapkan di kolam agar tetap di tempatnya. Atau dibuat bilah-bilah bambu atau kayu agar pupuk itu tidak berserakan. Pupuk organik itu akan membusuk sedikit demi sedikit. Dalam prose pembusukan itu akan dihasilkan unsur-unsur hara di dalam air.

Pupuk organik untuk kolam ikan lele dapat digunakan dalam dosis tinggi, yaitu 10 ton per ha per tahun Pemupukan dapat dilakukan 2 x per tahun, masing- masing sebanyak 5 ton per ha.
Pemupukan sebaiknya diatur bertahap.  Pemupukan pertama ialah pada waktu persiapan kolam atau sebelum ikan ditebarkan. Dosis pemupukan pertama 3 ton per ha, atau 30 kg  per are (1 are = 100 m2).  Sisanya, sebanyak 2 ton dipakai sebagai pupuk susulan; atau sebulan sekali kolam diberi pupuk lagi sebagai tambahan, masing-masing 10 % dari dosis, yakni 0,5 ton per ha atau 50 kg per are. Dalam jangka waktu pemeliharaan 5 bulan dilakukan 4 kali pemupukan susulan masing-masing berselang 1 bulan.
Mengenai pupuk buatan seperti UREA, TSP, DS, tidak dianjurkan untuk kolam ikan lele karena pupuk buatan itu tidak secara langsung menumbuhkan organismae pakan lele melainkan memperbanyak fitoplankton saja.
Pada umumnya pupuk kalsium atau kapur kerapkali dipergunakan untuk kolam ikan. Dengan pengapuran, kolam dapat dipertahankan supaya keadaan pH stabil. Penggunaan kapur untuk kolam lele terutama ditujukan untuk pemberantasan penyakit, karena kapur hanya berguna untuk memperbaiki asimilasi fosfat dan nitrat (unsur-unsur hara yang penting dalam pertumbuhan fitoplankton). Sedangkan fitoplankton kurang diperlukan pada pemeliharaan ikan lele. Bahkan harus diketahui bahwa penggunaan kapur dapat membunuh organisme hewani seperti cacing-cacing dan larva insekta. Penggunaan kapur pada kolam ikan lele harus dilakukan agak lama sebelum kolam dipakai untuk pemeliharaan lele.  Setelah  penebaran  kapur  berlangsung  semmggu, hama/penyakit sudah terbasmi, barulah kolam diisi air untuk menumbuhkan jasad renik, lalu menyusul penebaran benih lele.

5.  Mortalitas
Apabila kondisi air dan makanan yang diberikan serba cukup, kematian (mortalitas) ikan lele sangat kecil. Dalam usaha pembesaran, yang lamanya 6 bulan bahkan ada yang sampai 1 tahun, tidak jarang 90 % ikan lele yang dipelihara dapat dipanen kembali. Secara alamiah daya tahan ikan lele terhadap kondisi lingkungan yang buruk relatif tinggi.
Apabila dikelola dengan baik ikan lele relatif tahan terhadap penyakit. Dapatlah dikatakan bahwa apabila rangkaian kegiatan pengelolaan kolam, yakni pergantian air seminggu sekali, makanan tambahan per hari 3 – 5 % dari berat badan, mutu makanan tambahan balk (20 – 25 % protein), pengontrolan terhadap hama dan penyakit secara preventif, semuanya dijalankan dengan tekun, maka mortalitas pada ikan lele tidak perlu dikhawatirkan.

6.  Kepadatan
Dalam usaha budidaya yang intensif, dalam suatu unit areal kolam diusahakan agar dapat dipelihara ikan sebanyak mungkin. Untuk ikan lele, kepadatan penebaran dapat lebih tinggi daripada untuk ikan dalam kondisi air yang sama. Maksudnya, suatu kolam di mana keadaan air tergenang atau sedikit aliran air (stagnant dan/atau semistagnant). Jika untuk memelihara ikan  tawes atau karper, hanya mampu mencapai kepadatan 3 ekor/m2 Sedangkan untuk memelihara ikan lele dapat mencapai kepadatan 5 sampai 50 ekor per m  menurut besarnya lele yang dipelihara.

7.  Produksi kolam pembesaran lele           
Dari 100 m2 kolam yang ditebari ikan lele sebanyak 1000  ekor, lama  pemeliharaan  setahun  dihasilkan 80 % x 1000 = 800 ekor yang beratnya 150 gram/ekor. Sehmgga hasilnya : 120 kg/100 m2(are) Produksi persatuan areal itu cukup luas, sehingga sulit atau tidak cocok jika diperhitungkan dalam areal hektaran.
Mengenai jenis dan mutu ransum untuk ikan lele di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Para petani di Blitar,  misalnya,  mempergunakan  daging  keong  racun (bekicot) yang dicacah, dicampur dengan dedak. Tetapi perbandingannya tidak tertentu. Maka hasil pertumbuhan ikan lelenya tidak begitu pesat. Dalam satu tahun kan lele itu baru mencapai berat 100 gram saja.
Berbeda dengan ikan karper yang sudah diusahakan secara besar-besaran, di Indonesia saat ini pemeliharaan ikan lele masih dalam tahap kecil-kecilan saja. Beberapa faktor penghambatnya ialah penyediaan benih terbatas dan perkembangan harga yang belum setinggi ikan karper, pertumbuhannya lambat, dan sebagai ikan yang karnivora, memerlukan makanan tambahan yang banyak mengandung protein hewani supaya dapat berkembang menjadi industri.

8.  Penyakit dan Pemberantasannya
Sebagaimana halnya ikan-ikan lain, ikan lele juga dapat terserang berbagai penyakit. Berbagaijenis penyebab penyakit ikan seperti bakteri, virus, Lernaea, cacing Dactylogyrus,dsin sebagainya telah tersebar luas dan diduga selalu dan pasti ada di semua perairan. Oleh karena itu penularan cepat terjadi.   Penyakit ini dapat dihindarkan apabila kondisi tubuh ikan itu selalu baik, sehingga daya tahan terhadap penyakit menjadi tinggi.

Adapun jenis-jenis penyakit yang diketahui menyerang ikan lele ialah :

8.1  Penyakit bintik putih
Penyakit ini disebabkan oleh protozoa (binatang bersel satu) Ichthyophthirius multifiliis. Gejala yang timbul berupa bintik-bintik putih pada permukaan kulit dan juga insang ikan. Pada ikan yang kena penyakit cukup parah, kulit ikan dan irisangnya segera rusak dan tidak berapa lama akan mati.
Penyakit ini banyak timbul pada kolam yang airnya tidak berganti (air tergenang). Pada air yang mengalir, penyakit inijarang terjadi.

Pencegahan
Untuk mencegah agar tidak berjangkit penyakit bintik putih, air kolam harus sering diganti atau dialir air baru yang segar dan jernih

Pengobatan
 Apabila ikan sudah telanjur terserang penyakit ini biasanya sulit disembuhkan. Usaha yang perlu didahulukan ialah bagaimana supaya penyakit ini tidak makin meluas dan menyerang ikan-ikan yang lain.
Pencegahan ini dilakukan dengan cara membuang air kolam. Harus dijaga agar air buangan ini tidak menularkan kepada ikan di kolam-kolam lain.
Kemudian kolam dibiarkan kering selama  2 - 3  hari,  lalu  diadakan pengapuran  dengan kapur yang panas (CaCO3). Dosisnya 10 kg per 100 m2. Setelah dibiarkan 3 hari, kolam dapat dipakai lagi dengan aman.
Beberapa obat yang dapat dipakai untuk mengobati penyakit bintik putih ialah :
Malachyte green. 1 gram (berupa serbuk) untuk air kolam 10 m2, pengobatan diulang setiap 2 hari, dalam 10 hari, ikan akan sembuh. Dalam pengobatan cara ini, apalagi yang dilakukan cukup lama, kolam harus diaerasi dan ikan diberi makanan yang cukup baik.
Formalin. Ikan yang sakit dimandikan setiap hari dengan cara merendam dalam larutan formalin 30 % (dalam dosis 1 : 4000), lamanya perendaman 1 jam.
Garam dapur. Larutan garam dapur sebanyak 30 mg per liter dengan waktu perendaman 1 menit dan dilakukan setiap hari, selama 3 - 5 hari berturut-turut. Cara ini juga dapat menyembuhkan penyakit bintik putih.

8.2  Penyakit bakterial
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas dan Pseudomonas telah banyak dijumpai menyerang ikan lele dan menimbulkan kematian massal pada lele di negeri kita. Wabah ini telah terjadi di akhir tahun 1981, menyerang ikan lele yang dipelihara di kolam maupun yang hidup di perairan umum (danau, sungai, waduk).
Penyakit ini menimbulkan kerusakan pada organ dalam (hati, limpa), daging, dan menimbulkan gejala bisul-bisul  yang  menyebabkan  borok-borok.  Jadi, akibatnya memang sangat parah dan sukar diobati.

Pencegahan
Pada umumnya bibit penyakit, apalagi berupa bakteri  yang sangat kecil dan sudah tersebar di semua perairan, sukar sekali diberantas sampai tuntas. Karena air merupakan media penular yang membawa bibit-bibit penyakit secara luas. Maka cara pencegahanlah yang harus dipahami benar-benar oleh petani ikan. Harus dimengerti bahwa ikan akan terhindar dari timbulnya wabah penyakit apabila ikan Selalu dalam kondisi yang baik. Kondisi baik artinya makanan cukup, keadaaningkungan baik, bersih dari segala macam pencemaran, agar ikan-ikan berdaya tahan tinggi untuk membentuk kekebalan alamiah terhadap berbagai penyakit. Tindakan untuk menciptakan kekebalan alamiah itu, tercakup di dalam kegiatan pengelolaan perkolaman dan pemeliharaan ikan.

Pengobatan
Untuk ikan yang telanjur sakit, apabila belum begitu parah, dapat diobati dengan beberapa obat, antara lain antibiotika.

Antibiotika
Obat-obat antibiotika seperti Kemicitin, Tetrasklin, Streptomisin yang berupa serbuk, dicampurkanke dalam makanan ikan. Dosisnya harus diperhitungkan agar setiap 100 gram berat ikan, dapat .memakan 1 mg antibiotika itu per hari. Lama pemberian obat ini 2 - 3 minggu.
Perlu diketahui bahwa apabila piemakaian antibiotika tidak sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan, atau perhitungannya kurang cermat, maka lama-keamaan bakteri akan kebal terhadap obat itu. Akibatnya, obat tersebut tidak mempan lagi untuk memberantas jenis bakteri tertentu.
Antibiotika juga dapat diberikan dengan disuntikkan.  Dosisnya, larutan chloramphenicol (kemicitin) 1 : 1,5, sebanyak 1 - 2 ml disuntikkan ke dalam rongga perut (intra abdomincal cavity) untuk setiap berat badan ikan 200 gram. Penyuntikan perlu diulang setiap 2 - 3 hari sampai jangka waktu 2 minggu. Kalau cara ini berhasil, biasanya dapat terlihat gejala penyebuhan dari hari ke hari.



8.3  Penyakit oleh jamur
 Ada jamur yang tumbuh di dalam lingkungan air seperti Saprolegnia dan Achlya. Jamur ini tumbuh pada ikan-ikan yang sebelumnya memang sudah menderita luka-luka, lemah, sakit, atau pada ikan yang sudah mati. Jamur juga menyerang telur ikan yang gagal menetas, dan kemudian menulari telur-telur lain yang sehat.
    Jamur terdapat di setiap jenis perairan air tawa terutama yang mengandung banyak bahan organik. Jamur itu hidup sebagai saprofit pada jaringan tubuh bukan merupakan penyakit sejati, karena jamur tidak dapat menyerang ikan yang betul-betui sehat. Melainkan menyerang ikan yang luka-luka atau sudah lemah.
Jamur, khususnya Saprolegnia, dapat menyerang semua jenis ikan di segala macam lingkungan. Tanda adanya jamur ini terlihat sebagai serabutputih seperti kapas yang tumbuh pada bagian tubuh ikan yang teruka. Ikan yang diperlakukan kurang cermat waktu penangkapan, dan pengangkutan, sering menderita luka-l uka yang kemudian terserang jamur.

Pencegahan
Ikan jangan sampai terluka, dengan cara penangan an yang cermat, tidak menempatkan ikan dalam tempat yang sempit sehingga berdesakan.
Pengobatan
Penyakit ikan yang disebabkan oleh jamur dapa diobati dengan tiga cara, yaitu direndam larutan kalium permanganat, larutan garam dapur, dan larutan malachyte green. Ikan direndam dalam larutan Kalium permanganat 1 gram per 100 liter, selama 60 - 90 menit.  Ikan  direndam  dalam  larutan  garam  dapur  (10 gram per liter) selama 1 menit.
Kerap kali para ahli menganjurkan untuk mengobati penyakit jamur dengan larutan malachyte green. Serbuk malachyte green dilarutkan dalam air sebagai larutan buku (1 mg serbuk dilarutkan dalam 450 ml air). Untuk merendam ikan, 1 - 2 ml larutan baku itu dilarutkan (diencerkan) dalam 1 liter air, untuk dipakai merendam ikan selama 1 jam.
Pada penetasan telur ikan, juga sangat perlu untuk dibiasakan mengobati dengan cara merendam telur ikan di dalam malachyte green. Dosisnya 1 gram per 200 liter air, lamanya perendaman ½  sampai 1 jam.
Pencegahan jamur pada telur ikan ini sangat perlu apabila telur ikan ditetaskan di dalam corong-corong penetas pada pembenihan ikan secara buatan.

8.4   Penyakit lain
Berbagai jenis penyakit yang menyerang ikan, selalu ada kemungkinan juga menyerang ikan lele. Tetapi sampai saat ini belum ada data yang pasti mengenai  jenis-jenis penyakit lainnya. Penyakit Lernaea pernah dijumpai menginfeksi ikan lele tetapi tampaknya tidak mematikan. Memang jenis-jenis ikan mempunyai kekebalan yang berbeda terhadap berbagai penyakit. Sesuatu parasit dapat menghinggapi seekor ikan, tetap ikannya tidak menjadi sakit, melainkan menjadi penyebar atau penular bagi ikan-ikan jenis lain yang peka.

9.   H a m a
Yang dimaksud dengan hama ialah binatang-binatang yang menyebabkan matinya atau hilangnya ikan karena dimakan atau dirusak tubuhnya. Hama ikan yang dimaksud adalah binatang-binatang yang agak besar ukurannya, jadi lain dengan parasit yang menyebabkan suatu gejala penyakit. Hama dibedakan dari parasit atau penyakit karena hama tidak menimbulkan imunitas pada ikan, sedangkan penyakit dan parasit menimbulkan daya tahan tersebut.
Hama ikan itu antara lain : serangga yang menusuk dan mengisap ikan sampai mati. Misalnya, bebeyasan   (bahasa Sunda), insekta genus Notonecta. Serangga ini datang menyerbu kolam pemeliharaan ikan dalam jumlah besar. Apabila kolam dipupuk dengan bahan organik biasanya dia datang berbondong-bondong. Terutama  ikan-ikan kecil mati ditusuk dan diisap  cairan tubuhnya oleh serangga ini. Serangga Notonecta ini kira-kira ebesar butiran beras, karena itu oleh orang Sunda disebut bebeyasan (beyas = beras). la dapat terbang berpindah dari satu kolam ke kolam lain. Korban benih ikan yang disebabkan oleh hama ini dapat cukup besar. Cara pemberantasannya pun sulit karena serangga ini segera terbang meninggalkan kolam apabila kolam diberi obat yang dapat mematikannya.
Petani mencari akal dengan menuangkan minyak tanah dan sedapat mungkin meratakan minyak itu di permukaan kolam, agar serangga yang muncul ke permukaan air, akan mengisap minyak tanah, lalu mati. Tentu saja minyak tanah tidak boleh terlalu banyak di tuangkan ke dalam kolam pemeliharaan ikan, karena akan meracuni ikan. Maka itu tidak dianjurkan.
Pemakaian pestisida juga belum dapat dianjurkan, karena belum diteliti dan belum ditemukan jenis insektisida  yang  efektif  terhadap  pemberantasan  serangga Notonecta ini. Walaupun demikian untuk ikan lele bahaya serangga ini tidak begitu besar, karena ikan lele yang masih kecil biasanya dipelihara di dalam kolam kecil yang mudah diawasi. Petani yang rajin, jika melihat di kolam ada Notonecta, akan segera membersihkan kolamnya dengan sebuah waring untuk menyerok serangga itu, lalu mematikannya. Jadi, secara mekanis saja.  Untunglah  untuk  ikan  yang  sudah  agak  besar, Notonecta tidak begitu membahayakan.
Serangga lain yang sering menyerang ikan dengan menusuk dan mengigitnya sampai mati ialahjentik-jentik dari capung. Untunglah jentik capung ini tidak begitu banyak jumlahnya dan tidak pernah ada data penyerangan hebat dari capung ini.
Hama lain yang harus diperhatikan ialah binatan mamalia (binatang menyusui) seperti linsang, kucing liar,  musang  air atau berang-berang.  Binatang jenis ini secara periodik dapat menyerbu suatu kolam atau sawah di mana ikan dipelihara.  Dapat datang sendiri-sendiri tetapi kadang datang berbondong-bondong. Binatang ini terjun ke air, mengejar dan menangkap ikan, dan memakannya sampai kenyang. Karena itu dapat menghabiskan seisi kolam dalam waktu 1 - 2 malam berturut-turut. Berang-berang itu pada siang hari berdiam di sarang- sarangnya di rimbunan  tumbuhan di daratan di sekitar perkampungan  atau  tepi  hutan.  Pemberantasannya dengan menangkap habis (membasmi) binatang ini. Jadi seperti tikus hama padi, daya upaya orang untuk memberantasnya dengan berbagai akal dan cara. Kalau perlu ada juga dipergunakan racun. Kepekaan berang-berang terhadap racun juga seperti halnya tikus.
Membersihkan semak-semak di sekitar perkampungan merupakan usaha agar berang-berang tidak memperoleh lingkungan hidup yang baik.
Ada orang yang mencoba menangkap berang-berang dengan memasang perangkap. Tetapi hasilnya tentu tidak dapat memberantasnya secara tuntas.
Berbagai jenis binatang pemakan ikan merupakan hama yang cukup serius dan harus diperhatikan. Pada kolam pemeliharaan yang letaknya di pekarangan, burung mudah dihalau, sehingga tidak menimbulkan banyak kerugian. Tetapi untuk pemeliharaan di sawah, burung ini cukup merisaukan. Cara pemberantasan juga sulit;  sama  halnya  dengan masalah burung  pemakan padi.
Binatang lain, seperti ular, ikan-ikan buas seperti ikar. gabus, belut dan bahkan katak, juga merupakan hama bagi ikan yang dipelihara termasuk ikan lele. Cara pemberantasan yang efektif dan tuntas juga belum di peroleh. Usaha sedapat mungkin iyalkah yaitu menangkap sewaktu terlihat didalam atau doi sekitar kolam.
Terakhir yang dapat juga di sebut musuh peternak ikan iyalahpencuru (bukan hama) pencurian adalah pemhambat bagi setiap usaha.

10.  Modernisasi budidaya ikan lele
Usaha budidaya ikan lele belum di selenggarakan oleh secara moderent dan intensif cara pemijahan dan dan pembesaran masih secara kecil-kecillan dan hasilnya belum memuasakan.
Hal–hal tersebut di bawah ini perlu terus menurus di tingkatkan yaitu :
  Percobaan pemijahan dan ransangan hormone.
  Meneteskan telur yang dihasilkan di dalam corong penetesan agar terkontrol dengan dengan maksud menekan mortalitasnya sekecil mengkin.
  Mengadakan percobaan tentang sususnan makanan ikan lele agar perumbuhan cepat namun harga makanan harus memadai nilai produksinya.
  Mengadakan percobaan untuk menanggulangi penyakit dan hama.

Di Indonesia, apa yang sudah dilakukan oleh petani di Blitar, yang membuat kreasi berupa pembuatan kotak-kotak pemijahan bagi ikan lele, seperti yang disajikan dalam bab di muka merupakan langkah baik sekali. Karena dapat lebih menguasai teknik yang memudahka pengontrolan anak-anak lele yang baru menetas, untuk menekan mortalitasnya.
Pertumbuhan ikan lele yang dipelihara oleh petani kita, sampai sekarang hasilnya masih belum memuaskan. Dalam waktu 1 tahun ikan lele yang dipelihara baru mencapai 100 - 150 gram. Sebagai bandingan, di Thailand ikan lelejenis yang sama dengan yang kita pelihara, yakni Clarias batrachus, dapat mencapai berat badan rata-rata 200 gram dalam waktu 4 bulan.
Faktor penting dalam percepatan pertumbuhan ikan ialah mutu  dan  banyaknya  makanan  yang diberikan harus baik. Ini harus dapat diusahakan oleh para petani untuk memperbaikinya. Dapatlah dimaklumi bahwa setiap modernisasi hanyalah dapat dilakukan secara bertahap.
Mulai sekarang, berhubung meningkatnya permintaan akan ikan lele untuk konsumsi kota (restoran), dibarengi dengan harganya yang meningkat, merupakan dorongan bagi para petani untuk mengadakan modernisasi dalam teknik budidaya ikan lele.